Elektrokoagulasi merupakan proses yang dilewati oleh arus
listrik pada air. Hal tersebut telah
dibuktikan betapa efisiennya proses tersebut untuk menghilangkan kontaminan di
dalam air. Elektrokoagulasi mempunyai efisiensi yang tinggi dalam penghilangan
kontaminan dan biaya operasi yang rendah. Proses ini berdasarkan pada prinsip
ilmu dimana adanya respon air yang mengandung kontaminan terhadap medan listrik
melalui reaksi reduksi dan oksidasi dan dapat menghilangkan beberapa kation
berat 99% serta dapat mengurangi mikroorganisme dalam air. Beberapa ion-ion
lainnya dan koloid-koloid dapat dihilangkan.
Elektrokoagulasi
(EC) merupakan bukan teknologi terbaru. Pengolahan limbah cair dengan
menggunakan EC telah dipraktekan sejak abad ke-20 (100 tahun yang lalu) dengan
keberhasilan proses yang terbatas. Dengan menggunakan listrik untuk mengolah
air merupakan hal pertama yang dilakukan di Inggris pada tahun 1889 dan
aplikasi dari elektrolisis pada mineral beneficiation telah dipatenkan oleh Elmore pada tahun 1904. Prinsip
proses EC telah digunakan untuk mengolah air ”bilge” dari kapal-kapal
dan dipatenkan pertama kali oleh A. E. Dietrich pada tahun 1906
(http://dhitiadiyahanupurti.blogspot.com).
Proses elektrokoagulasi
terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara
simultan dengan ion hidroksi dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda.
Elektrokoagulasi telah ada sejak tahun 1889 yang dikenalkan oleh Vik et al
dengan membuat suatu instalasi pengolahan untuk limbah rumah tangga (sewage).
Tahun 1909 di United Stated, J.T. Harries telah mematenkan pengolahan
air limbah dengan sistem elektrolisis menggunakan anoda alumunium dan besi.
Matteson (1995) memperkenalkan “Electronic Coagulator” dimana arus
listrik yang diberikan ke anoda akan melarutkan Alumunium ke dalam larutan yang
kemudian bereaksi dengan ion hidroksi (dari katoda) membentuk aluminium
hidroksi. Hidroksi mengflokulasi dan mengkoagulasi partikel tersuspensi
sehingga terjadi proses pemisahan zat padat dari air limbah. Proses yang mirip
juga telah dilakukan di Brittain tahun 1956 (Matteson et al., 1995) hanya anoda
yang digunakan adalah besi dan digunakan untuk mengolah air sungai.
Sekarang ini elektrokoagulasi telah dipasarkan oleh
beberapa perusahaan dibeberapa negara. Bermacam-macam desain telah dibuat namun
tak ada yang dominan. Seringnya unit elektrokoagulasi digunakan untuk menggantikan bahan kimia
dan jarang yang memanfaatkan gas hidrogen untuk proses flotasi. Sebuah arus
yang dilewatkan ke elektroda logam maka akan mengoksidasi logam (M) tersebut
menjadi logam kation (M+), sedangkan air akan mengalami reduksi
menghasilkan gas hidrogen (H2) dan ion hidroksi (OH). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
M à M+
+ ne : Anoda ………………….. (1)
2 H2O + 3e à 2OH- + H2
: Katoda …………………. (2)
Kation menghidrolisis di dalam air membentuk sebuah
hidroksi dengan spesies dominan yang tergantung pada kondisi pH larutan. Untuk
kasus anoda seng (Zn) maka reaksi yang terjadi adalah :

Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi beberapa
partikel koloid dengan membentuk polivalen polihidroksi komplek. Senyawa
komplek ini mempunyai sisi yang mudah diadsorbsi, membentuk gumpalan (aggregates)
dengan polutan. Pelepasan gas hidrogen akan membantu pencampuran dan pembentukan
flok. Flok yang dihasilkan oleh gas hidrogen akan diflotasikan kepermukaan
reaktor.
Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan
pada proses elektrokoagulasi, yaitu :
- Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral.
- Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan dengan polutan.
- Logam kation berinteraksi dengan OH membentuk hidroksi, yang mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation)
- Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan polutan (sweep coagulation)
- Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitinya
- Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara.
Proses ini dapat mengambil lebih dari 99 % kation
beberapa logam berat dan dapat juga membunuh mikroorganisme dalam air. Proses
ini juga dapat mengendapkan koloid-koloid yang bermuatan dan menghilangkan
ion-ion lain, koloid-koloid, dan emulsi-emulsi dalam jumlah yang signifikan. (Renk, 1989; Duffey, 1983; Fraco, 1974)
Aplikasi
yang potensial pada bidang pertanian dan perbaikan kualitas hidup masyarakat
pedesaan adalah untuk menghilangkan bakteri patogen dalam air minum dan untuk
dekontaminasi air pencuci pada pemrosesan makanan.
Koagulasi
adalah salah satu operasi fisiokimia terpenting yang digunakan dalam pengolahan
air. Ini adalah
sebuah proses yang digunakan untuk destabilisasi dan penggumpalan
partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar.
Kontaminan-kontaminan air seperti ion-ion (logam berat) dan koloid (organik dan
anorganik) terdapat dalam larutan utamanya disebabkan oleh muatan listrik.
Molekul koloid dapat didestabilisasi dengan cara menambahkan ion-ion yang
muatannya berlawanan dengan muatan koloid tersebut (Benefield, et al.,1982).
Destabilisasi koloid tesebut akan menghasilkan flok dan kemudian dipisahkan
dengan flotasi, sedimentasi dan/atau filtrasi. Koagulasi dapat diperoleh dengan
cara kimia maupun listrik. Koagulasi kimiawi sekarang ini menjadi kurang
diminati karena biaya pengolahan yang tinggi, menghasilkan volume lumpur yang
besar, pengelompokan logam hidroksida sebagai limbah berbahaya, dan biaya untuk
bahan kimia yang membantu koagulasi.
Koagulasi kimiawi telah digunakan selama puluhan tahun untuk
mendestabilisasi suspensi dan untuk membantu pengendapan spesies logam yang
terlarut. Alum, lime, dan/atau polimer-polimer lain adalah
koagulan-koagulan kimia yang sering digunakan. Proses ini, bagaimanapun, cenderung
menghasilkan sejumlah besar lumpur dengan kandungan ikatan air yang tinggi yang
dapat memperlambat proses filtrasi dan mempersulit proses penghilangan air (dewater).
Proses ini juga cenderung meningkatkan kandungan TDS dalam effluent,
sehingga menyebabkan proses ini tidak dapat digunakan dalam aplikasi
industri.(Benefield, 1982)
Elektro-koagulasi seringkali dapat menetralisir
muatan-muatan partikel dan ion, sehingga bisa mengendapkan
kontaminan-kontaminan, menurunkan konsentrasi lebih rendah dari yang bisa
dicapai dengan pengendapan kimiawi, dan dapat menggantikan dan/atau mengurangi
penggunaan bahan-bahan kimia yang mahal (garam logam, polimer). Meskipun mekanisme elektro-koagulasi mirip
dengan koagulasi kimiawi dalam hal spesies kation yang berperan dalam
netralisasi muatan-muatan permukaan, tetapi karakteristik flok yang dihasilkan
oleh elektro-koagulasi berbeda secara dramatis dengan flok yang dihasilkan oleh
koagulasi kimiawi. Flok dari elektro-koagulasi cenderung mengandung sedikit
ikatan air, lebih stabil dan lebih mudah disaring. (Woytowich, 1993)
2.1 Mekanisme Proses Elektrokoagulasi
Sebuah reaktor elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia
dimana anoda korban (biasanya menggunakan aluminium atau besi) digunakan
sebagai agen akoagulan (Matteson et al., 1995; Vik et al., 1984;
Holt et al., 1999; Barkley etal., 1993; Mameri et al.,
1998; Pouet and Grasmick, 1995). Secara simultan, gas-gas elektrolit dihasilkan
(hidrogen pada katoda).
Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium,
besi, stainless steel dan platina. Pada
penelitian ini anoda yang digunakan adalah seng. Persamaan (7) menjelaskan
pelarutan anode seng :
Zn2+ + 2e− ↔ Al ................................................................................ (7)
Secara simultan,
reaksi katodik biasanya terjadi perubahan hidrogen. Reaksi ini terjadi pada
katoda dan tergantung pada pH netral atau alkali, hidrogen diproduksi melalui
persamaan (8) :
2H2O+ 2e− → OH− +H2 .................................................................... (8)
ketika dalam kondisi asam, persamaan (9)
dapat menjelaskan dengan baik perubahan hidrogen pada katoda.
2H+ +2e− → H2 ................................................................................. (9)

Gambar 1. Mekanisme proses
elektrokoagulasi
2.2 Desalinasi
Desalinasi
adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi kandungan garam
terlarut dari air garam hingga level tertentu sehingga air dapat digunakan. Proses
desalinasi melibatkan tiga aliran cairan, yaitu umpan berupa air garam
(misalnya air laut), produk bersalinitas rendah, dan konsentrat bersalinitas
tinggi. Produk proses desalinasi umumnya merupakan air dengan kandungan garam
terlarut kurang dari 500 mg/l, yang dapat digunakan untuk keperluan domestik,
industri, dan pertanian. Hasil sampingan dari proses desalinasi adalah brine.
Brine adalah larutan garam berkonsentrasi tinggi (lebih dari 35000
mg/l garam terlarut).
Terdapat beberapa cara dan metode
desalinasi diantaranya :
1.
Metode Vacuum Distillation.
Prinsipnya
yaitu dengan memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya
dikondensasi untuk menghasilkan air bersih. Distilasi merupakan metode desalinasi yang paling lama dan paling umum
digunakan.
Distilasi adalah metode pemisahan dengan
cara memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya
dikondensasi untuk menghasilkan air bersih. Berbagai macam proses distilasi
yang umum digunakan, seperti multistage flash, multiple effect
distillation, dan vapor compression umumnya menggunakan prinsip
mengurangi tekanan uap dari air agar pendidihan dapat terjadi pada temperatur
yang lebih rendah, tanpa menggunakan panas tambahan.
Proses kerja destilasi ini mulanya air
laut dihisap oleh pompa ejektor yang terdapat dipantai. Kemudian, air laut
tersebut dimasukan ke dalam alat penukar gas (heat exchanger). Pada tahap ini,
air laut dipanaskan oleh air panas dari panas buang diesel atau boiler limbah
biomassa pada suhu 80 oC. Selanjutnya, air tersebut divakumkan pada tekanan udara kurang dari 1 atm.
Pada kondisi hampa udara (vakum) yang
tinggi dan suhu rendah tersebut sebagian dari air laut menguap. Dimana, uap
bertekanan rendah dari tempat lain mendapat pendinginan dari air laut yang
dimasukkan dari cerobong terpisah. Pada saat itulah, uap berkondensasi menjadi air tawar.
Air laut yang sudah hangat akan mengalir
dari saluran keluar pendingin. Dan selanjutnya akan masuk ke dalam heat
exchanger sebagai air umpan. Uap tekanan rendah yang timbul di dalam heat
exchanger mengalir masuk ke dalam evaporator. Begitu pula dengan air sisa
buangan yang kental.
Selanjutnya, uap air itu didinginkan oleh
air laut dan berkondensasi menjadi air tawar. Hasil air tawar di kondensor itu
kemudian dipompa keluar oleh condensate pump. Kemudian, air tersebut dialirkan
ke tangki persedian air tawar. Sementara sisa air buangan dikeluarkan secara
teratur oleh water ejector.
Sedangkan mengenai kadar garam dari air
destilat (air yang dihasilkan dari proses destilasi ini) secara terus menerus
dipantau oleh salinity indicator. Sebuah solenoid valve dipasang pada
saluran keluar pompa air destilasi.
Umumnya kadar garam yang dimiliki oleh air
destilat ini maksimal sebesar 10 ppm. Artinya, kualitas air yang dihasilkan dari proses ini sangat bagus.
2.
Reverse Osmosis
(RO)
Metode lain
desalinasi adalah dengan menggunakan membran. Terdapat dua tipe membran yang
dapat digunakan untuk proses desalinasi, yaitu reverse osmosis (RO)
dan electrodialysis (ED). Pada proses desalinasi menggunakan membran
RO, air pada larutan garam dipisahkan dari garam terlarutnya dengan
mengalirkannya melalui membran water-permeable. Permeate dapat mengalir melalui membran akibat adanya perbedaan tekanan
yang diciptakan antara umpan bertekanan dan produk, yang memiliki tekanan dekat
dengan tekanan atmosfer. Sisa umpan selanjutnya akan terus mengalir melalui
sisi reaktor bertekanan sebagai brine. Proses ini tidak melalui tahap
pemanasan ataupun perubahan fasa. Kebutuhan energi utama adalah untuk memberi
tekanan pada air umpan. Desalinasi air payau membutuhkan tekanan operasi
berkisar antara 250 hingga 400 psi, sedangkan desalinasi air laut memiliki
kisaran tekanan operasi antara 800 hingga 1000 psi.
Dalam praktiknya, umpan dipompa ke dalam container
tertutup, pada membran, untuk meningkatkan tekanan. Saat produk berupa air
bersih dapat mengalir melalui membran, sisa umpan dan larutan brine
menjadi semakin terkonsentrasi. Untuk mengurangi konsentrasi garam terlarut
pada larutan sisa, sebagian larutan terkonsentrasi ini diambil dari container
untuk mencegah konsentrasi garam terus meningkat.
Sistem RO
terdiri dari 4 proses utama, yaitu (1) pretreatment, (2) pressurization,
(3) membrane separation, (4) post teatment stabilization.
(majarimagazine.com/2009/05/desalinasi-air-garam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar