Kontribusi Kecerdasan Emosional dan Budaya
Organisasi terhadap Kualitas Pelayanan di Fakultas Selingkungan Universitas
Negeri di Aceh
I.
Pendahuluan
Peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu issu
penting dalam lingkup manajemen pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Hal ini
disebabkan karena di satu sisi tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas
pelayanan dari tahun ke tahun semakin besar, sementara di sisi lain praktik
penyelenggaraan pelayanan yang diberikan pemerintah tidak mengalami perubahan
yang berarti. Masyarakat menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, ramah,
responsif dan berkeadilan. Namun, pemerintah melalui aparaturnya belum mampu
memenuhi keinginan masyarakat tersebut.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
pening-katan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pengesahan Undang-Undang
Republik Indonesia No 25 Tahun 2009 tentang Pela-yanan Publik, sebagai bentuk
penguatan dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005
tentang Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Mini-mal merupakan bentuk
keseriusan pemerintah dalam usaha peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Undang-undang tersebut menjadi tolok ukur dan acuan bagi aparatur negara dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Juran dalam Tjiptono (1995:53) mendefinisikan kualitas
sebagai sesuatu yang cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use),
yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat me-menuhi
apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini
mengandung 5 dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian,
ketersediaan, keamanan, dan field use. Menurut Crosby dalam Tjiptono
(1995:56), kualitas adalah memenuhi atau sama dengan persyaratannya (conformance
to requirements). Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka suatu
produk atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat
berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan orga-nisasi, pemasok dan
sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau persaingan.
Pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan
metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai
dengan haknya. (Moenir, 1992: 26). Kasmir (2008:15) mengartikan pelayanan
sebagai suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan atau nasabah. Lebih lanjut Kasmir
menjelaskan bahwa tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung yaitu karyawan
langsung berhadapan dengan pelanggan. Di samping itu, pelayanan juga dapat
dilakukan dengan tidak langsung oleh karyawan, namun pelayanan dilakukan oleh
mesin seperti ATM.
Kualitas pelayanan adalah usaha yang dilakukan oleh seorang
anggota organisasi penyedia layanan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan
secara cepat, tepat, adil, transparan, dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan
pelanggan. Kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan
perhatian. Baik tidaknya kualitas pelayanan dipenga-ruhi oleh banyak faktor.
Meyer (2007:137) mengatakan bahwasanya kualitas tertinggi layanan pelanggan
tidaklah sempurna tanpa adanya kecerdasan emosional dari petugas pelayanan.
Meyer menekankan begitu pentingnya pengaruh kecer-dasan emosional dalam
memberikan pelayanan, sehingga secara gam-blang Meyer mengatakan bahwa layanan
terhadap pelanggan tidak akan sempurna tanpa adanya kecer-dasan emosional.
Menurut Ratminto (2010:141), pelayanan yang baik hanya akan
dapat diwujudkan apabila terdapat (a) sistem pelayanan yang menguta-makan
kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa, (b) kultur pelayanan dalam
organisasi penye-lenggara pelayanan, dan (c) sumber daya manusia yang
berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Sedangkan Moenir (2008:88), mengidentifikasi
faktor-faktor pendukung penting dalam kegiatan pelayanan umum, yaitu (a)
kesadaran para pejabat dan petugas pelayanan, (b) aturan kerja pelayanan, (c)
organisasi sebagai alat serta sistem mekanisme pelayanan, (d) pen-dapatan
petugas pelayanan, (e) kete-rampilan petugas pelayanan, (f) sara-na pendukung
pelayanan.
Kecerdasan emosional apara-tur yang memberikan pelayanan
merupakan salah satu faktor penting dalam pemberian pelayanan yang berkualitas.
Manusia sebagai subjek dan objek pelayanan, merupakan makhluk Tuhan yang
memiliki emosi. Ivancevich (2006:127) me-ngemukakan ”emosi seseorang adalah
keadaan yang dicirikan oleh rangsangan psikologis dan perubahan ekspresi wajah,
gerak tubuh, dan perasaan subjektif.”
Budaya organisasi juga memi-liki peranan yang penting dalam
memberikan pelayanan yang ber-kualitas. Budaya organisasi sebagai-mana halnya
dengan budaya-budaya suku dan daerah, memiliki aturan-aturan dan pantangan yang
mengatur setiap anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi akan
mempengaruhi sikap dan perilaku pegawai, termasuk sikap dan perilakunya dalam
memberikan pela-yanan kepada pelanggan organisa-sinya. Budaya organisasi yang
berorientasi kepada pelayanan yang berkualitas, akan mendorong pega-wai untuk
lebih bersikap dan ber-perilaku baik dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas.
Budaya atau kultur organisasi merupakan kesepakatan bersama
tentang nilai yang dianut bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua
orang dalam organi-sasi. Budaya organisasilah yang me-nentukan: (a) apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan anggota orga-nisasi, (b) batas perilaku, (c)
sifat dan bentuk pengendalian dan penga-wasan, (d) gaya manajerial, (e) cara
formalisasi yang tepat, (f) teknik penyaluran emosi dalam interaksi komunikasi,
(g) wahana memelihara stabilitas sosial dalam organisasi (Siagian, 1995:27).
Menurut Robbins (2002:279), budaya organisasi merujuk kepada
suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu
organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya.
Robbins memandang buda-ya organisasi sebagai sebuah sistem pengertian yang
dijadikan sebagai pedoman bagi anggota organisasi dalam melakukan kegiatannya.
Sis-tem pengertian inilah yang menjadi ciri khas dari suatu organisasi sekali-gus
menjadi pembeda organisasi itu dengan organisasi lainnya.
Gistituati (2009:4) menyimpul-kan berbagai defenisi yang
dikemu-kakan oleh para ahli dan mengartikan budaya organisasi sebagai suatu
sistem nilai, norma, keyakinan atau ideologi, cara berfikir, dan harapan yang
dimiliki bersama dan dipegang teguh oleh para anggota organisasi, baik atasan
maupun bawahan. Lebih lanjut Gistituati mengemukakan bahwa budaya organisasi
menjadi pe-nuntun tingkah laku orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut,
dan menjadi ciri khas atau kharakteristik suatu organisasi yang membedakannya
dengan organisasi lainnya.
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa pelayanan administrasi
di salah satu fakultas (Universitas Negeri) di Aceh, belum optimal. Sebagai
contoh kasus, penulis menggambarkan beberapa fenomena yang penulis lihat di
fakultas Bahasa dan Seni, seperti pegawai yang bertugas melayani mahasiswa yang
mengurus surat izin penelitian kurang ramah dalam melayani mahasiswa. Penulis
juga melihat pegawai yang sering kesal dan marah ketika melayani mahasiswa yang
kurang lengkap datanya. Padahal kekuranglengkapan data tersebut terjadi karena
mahasiswa memang tidak mengetahuinya dan tidak tertulis dalam format surat yang
ada.
Temuan lain adalah pegawai kurang perhatian kepada tamu yang
berurusan ke kantor. Penulis sering melihat pegawai yang masih saja sibuk
dengan pekerjaannya, padahal di depannya ada seorang tamu yang ingin mencari
informasi. Meskipun pegawai tersebut menanyakan ada keperluan apa, namun dia
masih sibuk dengan aktifitasnya. Tak ada perhatian penuh darinya untuk melayani
keperluan tamu yang ada di depannya.
Selain itu, penulis juga melihat adanya keterlambatan dalam
kepe-ngurusan surat yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Misalnya saja surat yang
seharusnya selesai dalam dua hari, ketika mahasiswa mendatangi pega-wai yang
bersangkutan untuk me-ngambilnya ternyata surat yang dimaksud belum selesai.
Pelayanan
yang kurang optimal seperti di atas, ternyata luput dari perhatian pimpinan.
Penulis tidak pernah melihat adanya arahan atau nasehat dari pimpinan kepada
pega-wai agar memberikan pelayanan yang optimal bagi mahasiswa, dosen maupun
tamu-tamu lain yang mem-punyai kepentingan di Fakultas.
II.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis
penelitian ex-post facto. Menurut Sugiyono (2007:26), penelitian ex-post
facto adalah penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah
terjadi dan kemudian melihat ke belakang melalui data tersebut untuk menemukan
faktor-faktor yang mendahului atau me-nyebabkan peristiwa yang diteliti.
Terdapat tiga variabel dalam pene-litian ini, yaitu kecerdasan emosional dan
budaya organisasi sebagai vari-abel bebas, dan kualitas pelayanan sebagai variabel
terikat.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh staf administrasi
di fakultas-fakultas selingkungan Universitas Negeri di Aceh yang berjumlah 247
orang (data kepegawaian keadaan November 2011). Strata populasi yang
dipertimbangkan dalam pengambilan sampel adalah tingkat pendidikan dan masa
kerja. Per-timbangan terhadap kedua hal terse-but hanya untuk mendapatkan
sam-pel yang lebih proporsional dan re-presentatif.
Mengingat besarnya jumlah po-pulasi, perlu diambil sampel.
Pe-ngambilan sampel dilakukan de-ngan menggunakan teknik stratified
proporsional random sampling. Melalui teknik ini diharapkan sampel yang
diperoleh sesuai dengan pro-porsi dari setiap kelompok dalam strata populasi.
Besarnya sampel ditentukan dengan mengikuti rumus Cochran. Dari hasil
perhitungan di-peroleh sampel sebesar 83 orang yang dipilih secara acak melalui
undian. Proses pengundian dilakukan untuk memberi peluang yang sama bagi setiap
individu untuk dijadikan sampel.
Pengumpulan data dilakukan pertengahan Maret 2012 dengan
mendatangi responden yang menjadi sampel ke tempat kerja mereka yang tersebar
di tujuh fakultas di lingkungan Universitas Negeri di Aceh. Responden kemudian
diminta untuk mengisi angket penelitian yang telah diujicobakan terlebih dahulu
dan telah melalui analisis butir dengan rumus Product Moment, serta uji
keterhandalan angket melalui teknik Alpha Cronbach.. Angket penelitian
terdiri dari tiga variabel, yaitu kua-litas pelayanan dengan empat indi-kator;
kecerdasan emosional dengan lima indikator; dan budaya organi-sasi dengan lima
indikator.
Data penelitian dianalisis de-ngan menggunakan teknik
korelasi dan regresi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program
sta-tistik monas versi 12 (c) 2009 setelah uji persyaratan analisis dilakukan.
Menurut Sudjana (1982), persyaratan analisis yang dilakukan adalah (1) data
bersumber dari sampel yang dipilih secara acak, (2) uji normalitas data untuk
mengetahui apakah data berdistribusi normal dengan teknik chi kuadrat,
(3) uji homogenitas untuk mengetahui variansi kelompok populasi dengan teknik chi
kuadrat bartlett, (4) uji linearitas mengguna-kan teknik regresi X1 dan X2
tidak saling berhubungan dengan menggu-nakan rumus korelasi product moment.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Untuk hipotesis satu dan dua dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi dan
regresi sederhana. Pengujian dilakukan dengan menghitung kore-lasi antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Setelah itu dilakukan analisis regresi
untuk melihat apakah hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat prediktif
atau tidak. Dari hasil analisis akan diperoleh persamaan garis regresi Ŷ = a +
bX yang digunakan untuk uji keberartian dan uji linearitas. Pengujian hipotesis
tiga dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi ganda. Disamping
dilakukan perhitungan korelasi, analisis regresi ganda, uji keberartian, dan
uji linearitas, pada pengujian hipotesis tiga ini juga dilakukan analisis untuk
melihat kontribusi relatif dan kontribusi efektif masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat. Selain itu juga dilakukan analisis korelasi parsial
untuk mengetahui kontribusi efektif murni masing-masing variabel bebas pada
saat adanya pengontrolan terhadap variabel bebas lainnya.
III.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan analisis deskriptif data dan tingkat pencapaian
respon-den untuk setiap variabel yang diukur, maka dapat dijelaskan bahwa
tingkat pencapaian responden ten-tang kualitas pelayanan ternyata baik
(84,94%), kecerdasan emosional juga baik (80,64%), dan budaya organi-sasi
berkategori cukup (76,90). Temuan ini ternyata agak berbeda dari dugaan awal
yang berdasarkan pengamatan peneliti yang menya-takan bahwa kualitas pelayanan,
kecerdasan emosional pegawai, dan budaya organisasi di fakultas selingkungan
Universitas Negeri di Aceh masih rendah. Perbedaan ini terjadi karena peneliti
mengambil kesimpulan awal dari pengamatan yang kasar mata. Namun setelah
dilakukan penelitian dengan meng-gunakan metode ilmiah, ternyata hasilnya lebih
baik.
Berikut akan dibahas hasil pengujian ketiga hipotesis.
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional berkontribusi
terhadap kualitas pelayanan dapat diterima dan teruji dalam taraf kepercayaan
99%. Model persamaan regresi yang diperoleh yaitu Ŷ = 58,43 + 0,40X1
sangat signifikan dan linear. Ternyata persamaan regresi yang diperoleh
tersebut sangat signifikan dan linear untuk mem-prediksi kualitas pelayanan
berda-sarkan skor kecerdasan emosional pegawai. Dengan demikian dapat
diinterpretasikan bahwa faktor kecer-dasan emosional pegawai memiliki daya
prediksi yang sangat signifikan terhadap kualitas pelayanan di fakultas
selingkungan Universitas Negeri di Aceh. Kecerdasan emosional pegawai
berkontribusi sebesar 16,30% terhadap kualitas pelayanan.
Dapat maknai bahwa kualitas pelayanan dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan kecerdasan emosional pegawai. Semakin meningkat ke-mampuan
pegawai untuk memahami diri sendiri, mengendalikan diri, memotivasi diri,
memahami orang lain dan keterampilan sosial, yang merupakan indikator
kecerdasan emosional, maka dapat mening-katkan kualitas pelayanan yang
dihasilkan pegawai tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemu-kakan oleh
Meyer (2007:137) yang mengatakan bahwa kualitas tertinggi layanan pelanggan
tidaklah sempu-rna tanpa kecerdasan emosional. Meyer menekankan begitu
penting-nya pengaruh kecerdasan emosional dalam memberikan pelayanan. Se-hingga
berani mengatakan bahwa layanan terhadap pelanggan tidak akan sempurna tanpa
adanya kecer-dasan emosional.
Hipotesis kedua yang menya-takan bahwa budaya organisasi
ber-kontribusi terhadap kualitas pela-yanan dapat diterima dan teruji dalam
taraf kepercayaan 99%. Model persamaan regresi yang diperoleh yaitu Ŷ =
79,36 + 0,23X2 sangat signifikan dan linear. Ternya-ta
persamaan regresi yang diperoleh tersebut sangat signifikan dan linear untuk
memprediksi kualitas pela-yanan berdasarkan skor budaya organisasi. Dengan
demikian dapat diinterpretasikan bahwa faktor budaya organisasi memiliki daya
prediksi yang sangat signifikan terhadap kualitas pelayanan di fakul-tas selingkungan
Universitas Negeri di Aceh. Kontribusi Budaya Organi-sasi terhadap
kualitas pelayanan se-besar 10%.
Dapat dimaknai bahwa kualitas pelayanan dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan penerapan nilai-nilai budaya organisasi. Semakin mening-kat
rasa keakraban, kepercayaan, ke-bersamaan, kerjasama di antara ang-gota
organisasi dan nilai kesetaraan yang diterapkan pimpinan, yang me-rupakan
indikator budaya organisasi, maka dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang dihasilkan
pegawai tersebut. Budaya organisasi meru-pakan faktor penting dalam
pening-katan kualitas pelayanan. Gistituati (2009:4) mengemukakan bahwa bu-daya
organisasi menjadi penuntun tingkah laku orang-orang yang ada di dalam
organisasi tersebut, dan men-jadi ciri khas atau kharakteristik suatu
organisasi yang membedakan-nya dengan organisasi lainnya. Orga-nisasi yang
membudayakan anggo-tanya untuk menekankan pentingnya peningkatan kualitas
pelayanan, akan mampu menciptakan budaya organi-sasi yang berorientasi kepada
pelaya-nan yang berkualitas.
Hipotesis ketiga yang menya-takan bahwa kecerdasan emosional
dan budaya organisasi secara bersa-ma-sama berkontribusi terhadap kua-litas
pelayanan, dapat diterima dan teruji dalam taraf kepercayaan 99 %. Model
persamaan regresi yang diperoleh yaitu Ŷ = 36,81 + 0,39X1 + 0,22X2
sangat signifikan dan linear. Ternyata persamaan regresi yang diperoleh
tersebut sangat signifikan dan linear untuk memprediksi kua-litas pelayanan
berdasarkan skor kecerdasan emosional pegawai dan budaya organisasi secara
bersama-sama. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa faktor kecerdasan
emosional pegawai dan budaya organisasi secara bersama-sama memiliki daya
prediksi yang sangat signifikan terhadap kualitas pelayanan di fakultas selingkungan
Universitas Negeri di Aceh. Kontribusi kecerdasan emosional pegawai dan budaya
organisasi secara bersama-sama terhadap kualitas pelaya-nan sebesar 25,4%.
Dapat dimaknai bahwa kualitas pelayanan dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan kecerdasan emosional pegawai dan penerapan nilai-nilai
budaya organisasi secara bersama-sama. Peningkatan kemampuan pegawai dalam
memahami diri sendiri, mengendalikan diri, memotivasi diri, memahami orang lain
dan keterampilan sosial, yang merupakan indikator kecerdasan emosional, yang
dipadukan dengan meningkat rasa keakraban, keperca-yaan, kebersamaan, kerjasama
di antara anggota organisasi dan nilai kesetaraan yang diterapkan pimpi-nan,
yang merupakan indikator buda-ya organisasi, dapat meningkatkan kualitas pelayanan
yang dihasilkan pegawai tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Kecerdasan emosional pegawai
ber-kontribusi sebesar 16,30% terhadap kualitas pelayanan, sedangkan buda-ya
organisasi berkontribusi sebesar 10% terhadap kualitas pelayanan. Secara
bersama-sama kecerdasan emosional pegawai dan budaya organisasi berkontribusi
sebesar 25,4% terhadap kualitas pelayanan. Hal ini berarti sisa sebanyak 74,6%
merupakan kontribusi dari variabel-variabel yang lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini seperti disiplin kerja, motivasi kerja, pendapatan,
ke-terampilan, sarana pendukung, sis-tem pelayanan dan lain sebagainya. Dari
hasil temuan ini diyakini bahwa kedua variabel bebas yaitu kecerda-san
emosional pegawai dan budaya organisasi, memberikan kontribusi terhadap
variabel terikat yaitu kualitas pelayanan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kedua variabel bebas tersebut dapat meningkatkan kualitas pelayanan di
fakultas selingkungan Universitas Negeri di Aceh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecerdasan
emosi-onal memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan variabel
budaya organisasi. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pelayanan lebih
diutamakan pada perbaikan dan peningkatan kecerdasan emosional pegawai.
IV.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang terdiri dari tiga variabel
yaitu variabel kecerdasan emosional pega-wai (X1), budaya organisasi
(X2), dan kualitas pelayanan (Y), yang dilakukan di fakultas seling-kungan
Universitas Negeri di Aceh dapat disimpulkan sebagai berikut :
·
Kecerdasan emosional berkontribusi signifikan
terhadap kuali-tas pelayanan di fakultas selingkungan Universitas Negeri di
Aceh sebesar 16,30%. Ini berarti bahwa peningkatan kualitas pelayanan bagi
mahasiswa dan staf pengajar di fakultas selingkungan Universitas Negeri di Aceh
dapat dilakukan dengan meningkatkan terhadap kecerdasan emosional pegawai.
Dengan kata lain, pegawai yang mampu memahami emosi diri, mengendalikan diri,
memotivasi diri, memahami orang lain, dan mempu-nyai keterampilan sosial akan
dapat menciptakan kecepatan dan ketepa-tan pelayanan serta keramahan dan
responsifitas dalam pelayanan.
·
Budaya organisasi berkontribusi signifikan
terhadap kualitas pelayanan di fakultas seling-kungan Universitas Negeri di
Aceh sebesar 10%. Ini berarti bahwa peningkatan kualitas pelayanan bagi
mahasiswa dan staf pengajar di fakultas selingkungan Universitas Negeri di Aceh
dapat dilakukan melalui penerapan nilai-nilai budaya organisasi yang lebih
efektif. Penerapan nilai-nilai keakraban, kepercayaan, kebersamaan, dan
kerjasama di antara pegawai serta nilai kesetaraan yang diterapkan pimpinan,
dapat meningkatkan kece-patan dan ketepatan pelayanan, serta keramahan dan
responsifitas dalam pelayanan.
·
Kecerdasan emosional pegawai dan budaya
organisasi secara bersama-sama berkontribusi secara signifikan terhadap
kualitas pelayanan di fakultas selingkungan Universitas Negeri di Aceh sebesar
25,40%. Ini berarti bahwa pening-katan kualitas pelayanan bagi mahasiswa dan
staf pengajar di fakultas Selingkungan Universitas Negeri di Aceh dapat
dilakukan dengan meningkatkan kecerdasan emosional pegawai dan penerapan
nilai-nilai budaya organisasi yang lebih efektif. Dengan kata lain, pegawai
yang cerdas emosionalnya dan didukung nilai keakraban, kepercayaan,
kebersamaan, kerja sama dan kesetaraan dalam organisasi, akan mampu memberikan
pelayanan dengan cepat, tepat, ramah, dan responsif.
V.
Saran
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti menyampaikan beberapa saran
kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut :
·
Pegawai fakultas perlu meningkatkan rasa
keakraban, kepercayaan, kebersamaan, dan kerjasama di antara mereka. Selain itu
pegawai hendaknya mau belajar psikologi, untuk lebih mampu mengenal diri, mampu
mengendali-kan emosi, mampu memotivasi diri, dan mampu memahami emosi mahasiswa
dan staf pengajar yang harus dilayaninya.
·
Kabag TU. dan Kasubag. sebagai atasan langsung
pegawai, diharapkan lebih mengem-bangkan nilai-nilai keakraban, keper-cayaan,
kebersamaan, kerjasama dan kesetaraan di antara pegawai. Mereka diharapkan
mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya.
·
Dekan dan Pembantu Dekan II di fakultas
selingkungan Universi-tas Negeri di Aceh selaku pimpinan tertinggi di fakultas,
untuk mengam-bil kebijakan yang adil dan efektif, sehingga dapat meningkatkan
nilai keakraban, kebersamaan, kerjasama, kepercayaan, dan kesetaraan di
fakultas yang dipimpinnya. Sebagai pengambil kebijakan, Dekan dan Pembantu
Dekan II juga diharapkan mengadakan pelatihan psikologi pelayanan bagi para
pegawainya. Dengan adanya pelatihan tersebut, diharapkan pegawai memiliki
kete-rampilan dan pengetahuan tentang bagaimana memberikan pelayanan yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Gistituati,
Nurhizrah. 2009. Manajemen Pendidikan: Budaya dan Kepemimpinan Organisasi.
Padang: UNP Press.
Ivancevich,
John M, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Ivancevich,
John M, dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi: Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Kasmir.
2008. Etika Costumer Service. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Meyer,
Henry R. 2007. Manajemen dengan Kecerdasan Emosional. Bandung: Nuansa.
Moenir,
A.S. 2008. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Ratminto
& Winarsih, Atik Septi. 2010. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robbins,
Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi: Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.
Sagala,
Syaiful. 2008. Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Siagian,
Sondang P. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana.
1987. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono.
2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alphabeta.
Tjiptono,
Fandy & Diana, Anastasia. 1995. Total Quality Management.
Yogyakarta: Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar